Carian Anda

Tuesday

Sejarah Penulisan (Rasm) Al-Quran

Penulisan dan pengumpulan Al-Qur’an : melalui 4 tahap


TAHAP PERTAMA

       Zaman Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada tahap ini penyandaran pada hafalan lebih banyak daripada penyandaran pada tulisan kerana hafalan para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum sangat kuat dan cepat disamping sedikitnya orang yang mampu membaca dan menulis Bahkan peralatan-peralatan yang diperlukan untuk menulis juga tidak begitu banyak. Oleh kerana itu siapa saja dari kalangan mereka yang mendengar satu ayat, dia akan terus menghafalnya atau menuliskannya dengan kelengkapan seadanya di pelepah kurma, potongan kulit, permukaan batu atau tulang belikat unta. Jumlah para penghafal Al-Qur’an sangat banyak.

       Dalam kitab Shahih Bukhari [1] dari Anas Ibn Malik Radhiyallahu ‘anhu bahawasanya Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus tujuh puluh orang yang disebut Al-Qurra’. Mereka dihadang dan dibunuh oleh penduduk dua desa dari suku Bani Sulaim ; Ri’l dan Dzakwan berdekatan sumur Ma’unah. Namun dikalangan para sahabat selain mereka masih banyak para penghafal Al-Qur’an, seperti Khulafa' Ar Rasyidin, Abdullah Ibn Mas’ud, Salim yang pernah menjadi hamba Abu Hudzaifah, Ubay Ibn Ka’ab, Mu’adz Ibn Jabal, Zaid Ibn Tsabit dan Abu Darda Radhiyallahu ‘anhum.



TAHAP KEDUA 

       Pada zaman Abu Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘anhu pada tahun 12 Hijriyah. Penyebabnya adalah : Pada perang Yamamah banyak dari kalangan Al-Qurra’ yang terbunuh, di antaranya Salim bekas hamba Abu Hudzaifah ; salah seorang yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengambil pelajaran Al-Qur’an darinya. 

       Maka Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur’an agar tidak hilang. Dalam kitab Shahih Bukahri [2] disebutkan, bahwa Umar Ibn Khattab mengemukakan pandangan tersebut kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu setelah selesainya perang Yamamah. Abu Bakar tidak mahu melakukannya kerana takut dosa, sehingga Umar terus-menerus mengemukakan pandangannya sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan pintu hati Abu Bakar untuk hal itu, dia lalu memanggil Zaid Ibn Tsabit Radhiyallahu ‘anhu. Di samping Abu Bakar bediri Umar, Abu Bakar mengatakan kepada Zaid : “Sesunguhnya engkau adalah seorang yang masih muda dan cerdik akalnya, kami tidak meragukannmu, engkau dulu pernah menulis wahyu untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sekarang carilah Al-Qur’an dan kumpulkanlah!”, Zaid berkata : “Maka akupun mencari dan mengumpulkan Al-Qur’an dari pelepah kurma, permukaan batu dan dari hafalan orang-orang lain. Mushaf tersebut berada di tangan Abu Bakar hingga dia wafat, kemudian dipegang oleh Umar hingga wafatnya, dan kemudian di pegang oleh Hafsah Binti Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Diriwayatkan oleh Bukhari secara panjang lebar.

       Kaum muslimin pada waktu itu seluruhnya sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar. Mereka menganggap perbuatannya itu sebagai nilai positif dan keutamaan bagi Abu Bakar, sehingga Ali Ibn Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu mengatakan : “Orang yang paling besar pahalanya pada mushaf Al-Qur’an adalah Abu Bakar, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi rahmat kepada Abu Bakar kerana, dialah orang yang pertama kali mengumpulkan Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala.

TAHAP KETIGA 

       Pada zaman Amirul Mukminin Uthman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu, iaitu pada tahun 25 Hijriyah. Sebabnya adalah perbezaan kaum muslimin pada dialek bacaan Al-Qur’an sesuai dengan perbezaan mushaf-mushaf yang berada di tangan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Hal itu dikhuatirkan akan menjadi fitnah, maka Uthman Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf sehingga kaum muslimin tidak berbeza bacaannya kemudian bertengkar pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akhirnya berpecah belah. 

       Dalam kitab Sahih Bukhari [3] disebutkan, bahwasanya Hudzaifah Ibnu Yaman Radhiyallahu ‘anhu datang menghadap Uthman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu dari perang pembebasan Armenia dan Azerbaijan. Dia khuatir melihat perbezaan mereka pada dialek bacaan Al-Qur’an, dia katakan : “Wahai Amirul Mukminin, selamatkanlah umat ini sebelum mereka berpecah belah pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti perpecahan kaum Yahudi dan Nasrani!” Uthman lalu mengutus seseorang kepada Hafsah Radhiyallahu ‘anhuma : “Kirimkan kepada kami mushaf yang engkau pegang agar kami gantikan mushaf-mushaf yang ada dengannya kemudian akan kami kembalikan kepadamu!”, Hafshah lalu mengirimkan mushaf tersebut. 

       Kemudian Uthman memerintahkan Zaid Ibn Thabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Sa’id Ibnul Ash dan Abdurrahman Ibnul Harith Ibn Hisyam Radhiyallahu ‘anhum untuk menuliskannya kembali dan memperbanyaknya. Zaid Ibn Thabit berasal dari kaum Ansar sementara tiga orang yang lain berasal dari Quraisy. Uthman mengatakan kepada ketiganya : “Jika kalian berbeza bacaan dengan Zaid Ibn Thabit pada sebagian ayat Al-Qur’an, maka tuliskanlah dengan dialek Quraisy, karena Al-Qur’an diturunkan dengan dialek tersebut!”, mereka pun lalu mengerjakannya dan setelah selesai, Uthman mengembalikan mushaf itu kepada Hafshah dan mengirimkan hasil pekerjaan tersebut ke seluruh penjuru negara Islam serta memerintahkan untuk membakar naskah mushaf Al-Qur’an selainnya.
       
       Uthman Radhiyallahu ‘anhu melakukan hal ini setelah meminta pendapat kepada para sahabat Radhiyalahu ‘anhum yang lain sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud [4] dari Ali Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia mengatakan : “Demi Allah, tidaklah seseorang melakukan apa yang dilakukan pada mushaf-mushaf Al-Qur’an selain harus meminta pendapat kami semuanya”, Uthman mengatakan : “Aku berpendapat sebaiknya kita mengumpulkan manusia hanya pada satu Mushaf saja sehingga tidak terjadi perpecahan dan perbezaan”. Kami menjawab : “Alangkah baiknya pendapatmu itu”.

       Mus’ab Ibn Sa’ad [5] mengatakan : “Aku melihat ramai manusia ketika Uthman membakar mushaf-mushaf yang ada, merekapun kehairanan melihatnya”, atau dia katakan : “Tidak ada seorang pun dari mereka yang mengingkarinya, hal itu adalah termasuk nilai positif bagi Amirul Mukminin Uthman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu yang disepakati oleh kaum muslimin seluruhnya. Hal itu adalah penyempurnaan dari pengumpulan yang dilakukan Khalifah Abu Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘anhu.

       Perbezaan antara pengumpulan yang dilakukan Uthman dan pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar Radhiyallahu anhuma adalah : 
Tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Abu Bakar adalah menuliskan dan mengumpulkan keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf agar tidak tercicir dan tidak hilang tanpa perlu kepada kaum muslimin untuk bersatu pada satu dialek; hal itu disebabkan lebih terlihat pengaruh dari perbezaan dialek bacaan yang mengharuskannya membawa mereka untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an saja. Manakala tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Uthman Radhiyallahu ‘anhu adalah : Mengumpulkan dan menuliskan Al-Qur’an dalam satu mushaf dengan satu dialek bacaan dan membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an kerana timbulnya pengaruh yang mengkhuatirkan pada perbezaan dialek bacaan Al-Qur’an.

TAHAP KEEMPAT 

Pemberian titik dan baris, terdiri dari tiga fasa :

1) Mu'awiyah bin Abi Sofyan menugaskan Abul Asad Ad-dualy untuk meletakkan tanda bacaan (i'rab) pada tiap kalimat dalam bentuk titik untuk menghindari kesalahan dalam membaca.

2) Abdul Malik bin Marwan menugaskan Al Hajjaj bin Yusuf untuk memberikan titik sebagai pembeza antara satu huruf dengan lainnya (Baa'; dengan satu titik di bawah, Ta; dengan dua titik di atas, Tsa; dengan tiga titik di atas). Pada masa itu Al Hajjaj meminta bantuan kepada Nashr bin 'Ashim dan Hay bin Ya'mar.

3) Peletakan baris atau tanda baca (i'rab) seperti: Dhammah, Fathah, Kasrah dan Sukun, mengikuti cara pemberian baris yang telah dilakukan oleh Khalil bin Ahmad Al Farahidy.

       Hasil yang didapati dari pengumpulan ini terlihat dengan timbulnya kemaslahatan yang besar di tengah-tengah kaum muslimin, di antaranya : Persatuan dan kesatuan, kesepakatan bersama dan saling berkasih sayang. Kemudian mudharat yang besarpun boleh dihindari yang di antaranya adalah : Perpecahan umat, perbezaan keyakinan, tersebar luasnya kebencian dan permusuhan.

       Mushaf Al-Qur’an tetap seperti itu sampai sekarang dan disepakati oleh seluruh kaum muslimin serta diriwayatkan secara Mutawatir. Dipelajari oleh anak-anak dari orang dewasa, tidak terjejas kesuciannya tika dipermainkan oleh tangan-tangan kotor para perosak dan tidak sampai tersentuh oleh hawa nafsu orang-orang yang menyeleweng.

        Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala Tuhan langit, Tuhan bumi dan Tuhan sekalian alam.



Info ini diambil dari kitab yang bertajuk "Usulun Fit-Tafsir edisi Indonesia" karangan SYEIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL-UTHAIMIN.

__________
Foot Note
1. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Al-Jihad, Bab Al-Aunu Bil Madad, hadith nombor 3064
2. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab At-Tafsir, Bab Qauluhu Ta’ala : Laqad jaa’akum Rasuulun Min Anfusikum Aziizun Alaihi Maa Anittum … al-ayat
3. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Fadhaailul Qur’an, Bab Jam’ul Qur’an, hadith nombor 4978
4. Diriwayatkan oleh Al-Khatib dalam Kitabnya Al-Fashl Lil Washl Al-Mudraj, jilid : 2 halaman 954, dalam sanadnya terdapat rawi bernama Muhammad Ibn Abban Al-Ju’fi (Al-Ilal karya Ad-Daruquthni, jilid 3, halaman 229-230), Ibn Ma’in mengatakan : “Dia dha’if (Al-Jarhu wat Ta’dil karya Ar-Razi, jilid 7 halaman 200. Hadith ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab Al-Mashaahif halaman 22
5. Diriwayatklan oleh Abu Dawud dalam Kitab Al-Mashaahif, Hal. 12
 











 



2 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...